Rabu, 16 Juli 2014

Rakyat Vs Kapitalis?

Filled under:

Rakyat Vs Kapitalis?
 https://fbcdn-sphotos-h-a.akamaihd.net/hphotos-ak-frc3/1377316_667757099902749_1311354888_n.jpg
Rakyat tersenyum bahagia melihat Joko Widodo dengan keramahan dan kesederhanaannya. Sementara banyak orang yang terperangah dengan kemewahan yang ditampilkan Prabowo Subianto, bak potret pengagum kapitalis.

Bukan cuma satu atau dua kali masyarakat disuguhi pemandangan mewah Prabowo Subianto. Capres yang diusung poros Partai Gerindra ini selalu tampil dengan simbol-simbol kapitalis. Turun dari helikopter, mobil Lexus seharga miliaran rupiah dan kuda super yang nilainya serupa, sudah menjadi bagian dalam kesehariannya.

Pengamat politik dari Habibie Center,  Bawono Kumoro, pernah mengkritik Prabowo. Dia menasehati Prabowo untuk mengurangi memperlihatkan gaya hidup mewah.

"Berbagai hasil survei memperlihatkan masyarakat lebih memilih pemimpin dengan karakter sederhana. Dukungan terhadap Prabowo dikhawatirkan akan menurun karena sering memperlihatkan gaya hidup mewah," kata Bawono Kumoro di Jakarta, awal pekan.

Menurut Bawono Kumoro,  wajar Prabowo memperlihatkan kemewahan bahkan saat berinteraksi dengan publik. Sebab, dia berasal dari keluarga mapan. Tapi, sambungnya, saat ini publik lebih menyukai figur pemimpin yang sederhana. 

Prabowo yang berlatar belakang militer, memang selalu berusaha tampil gagah, menghormat ke kanan-kiri dan mengangkat tangan seraya melambai, meski kadang terlihat seperti gaya menghormat pemimpin NAZI, Adolf Hitler. 

Tentu sebagian orang berdecak kagum dengan sosok kesempurnaan Prabowo. Pria cerdas, tampan, gagah, plus harta yang melimpah. Harus diakui, Prabowo merupakan figur idaman kaum hawa. Apalagi dia kini tidak memiliki pendamping hidup setelah pernikahannya dengan anak keempat Presiden Soeharto, Siti Hediati Hariyadi, kandas.

Perlu diketahui, Prabowo memperoleh pangkat bintang tiga (letnan jenderal) di usia 46 tahun. Sebuah karier militer yang fantastis. Sayang, prestasi itu terdegradasi lantaran sanksi pemecatan dari militer menyusul dugaan keterlibatan dalam kasus kejahatan kemanusiaan, yakni penculikan 13 aktivis reformasi.

Saat datang ke kantor KPU Pusat guna mengambil nomor urut Pilpres 2014, Prabowo dan pasangannya, Hatta Rajasa, datang dengan kendaraan mewah, termasuk iring-iringannya. Mereka pertontonkan kemewahan dan kegagahan. Publik terperangah, berdecak, ada pula yang terlihat segan, bahkan gentar.

Tatapan ‘ngeri’ publik ke Prabowo adalah wajar. Sebab, yang ada di hadapan mereka memperlihatkan suasana kemiliteran. Militer di negeri ini bagaimanapun telah memberikan berbagai sugesti terhadap alam bawah sadar rakyat. 

Bukan isapan jempol bila berhadapan langsung dengan para petinggi militer, ada rasa segan, hormat bahkan takut-takut, dan itu adalah hal yang wajar mengingat sejarah militer kita telah memberikan ‘trauma’ yang berkepanjangan. Apalagi mengingat kasus-kasus yang terkait dengan masa lalu Prabowo. Maka wajar saja tidak ada kesan hangat, tulus, penuh senyum dan tawa dari masyarakat yang menyaksikan kehadiran Prabowo-Hatta. Trauma masa lalu!

Sebaliknya, rakyat tampak ceria, riang, dan penuh kehangatan saat Joko Widodo (Jokowi) tiba. Capres yang diusung poros PDIP ini juga ke kantor KPU Pusat saat itu untuk mengambil nomor urut Pilpres 2014.
Jokowi dan pasangannya, Jusuf Kalla (JK), tampil sangat natural, sederhana. Gaya itu memang keseharian Jokowi, kemeja lengan panjang digulung dengan bagian bawah yang dibiarkan keluar. Tidak ada kesan mewah secuilpun, sungguh merakyat. Apalagi dia datang dengan menumpang bajaj. 

Wajah-wajah rakyat yang berjumpa dengan Jokowi tampak tersenyum bahkan tertawa gembira. Latar belakang Jokowi yang sipil atau rakyat biasa itu membuat publik merasa nyaman. Terlebih Jokowi memang secara konsisten selama ini, sejak dari Solo, selalu berjalan kaki keluar masuk kampung-kampung rakyat, lewat langsung di depan pintu-pintu rumahnya warga. Ekspresi wajah rakyat saat bertemu dan berhadapan dengan Jokowi tanpa beban, tak ada trauma sebagaimana trauma rakyat kepada militer di negera ini. 

Memang penampilan dua sosok itu ibarat langit dan bumi. Jokowi adalah kita, rakyat sebagaimana adanya. Kesederhanaan, keramahan, kenyataan, dan harapan. Bukan mimpi, imajinasi, ambisi, atau obsesi penjunjung kapitalis. 

Semua ini bisa menjadi bahan pertimbangan realistis bagi rakyat. Jokowi dan Prabowo kini bertarung menuju kursi RI-1. Rakyat yang memutuskan kepada siapa harapan hidup selaras dan harmoni bisa digantungkan.
Perlu diingat, bangsa Indonesia merindukan hidup tanpa intimidasi dan ketakutan. Rakyat memerlukan pemimpin yang nyata, bukan imajinasi. Pemimpin yang tahu persoalan bangsa dan bekerja. Bukan pemimpin yang menyuguhkan mimpi kemewahan dengan simbol-simbol kapitalis. (fry)

0 komentar:

Posting Komentar

Followers