Selasa, 30 September 2014

Ramping Vs Gemuk

Filled under:




 



Ramping Vs Gemuk

Pertarungan Si Ramping dan Si Gemuk. Itulah istilah yang bisa digunakan untuk menggambarkan duel memperebutkan kursi RI-1 antara pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

===========lead===========
Pengamat politik Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti berpendapat, koalisi gemuk akan menghadapi kesulitan dalam mengambil keputusan-keputusan penting, karena akan terjadi banyak konflik kepentingan.

“Problem koalisi gemuk akan lamban dalam mengambil keputusan. Sulit untuk membangun kabinet profesional dan cenderung akan terjadi konflik internal demi kepentingan di dalamnya,” jelas Ray kepada Obeserver Indonesia, Rabu (21/5) di Jakarta.

Disebutkan Ray, koalisi dengan banyak partai cenderung memperjuangkan kepentingan-kepentingan partai ketimbang kepentingan bangsa.
“Kepentingan bangsa justru tereduksi oleh kepentingan partai. Bagi kelas menengah, komposisi seperti ini tidak menarik, karena akan membentuk posisi koalisi yang sama dengan era kepemimpinan SBY,” kata Ray.
Sebaliknya, koalisi ramping menurut Ray, lebih efisien dan efektif dalam mengambil keputusan. Serta harapan untuk membangun kabinet profesional lebih mudah terwujud.
“Untuk koalisi ramping ini, untuk kelas menengah ke atas tercerahkan. Karena harapan terbentuknya kabinet profesional lebih mudah tercipta. Karena dengan kepentingan sedikit, negosiasinya akan lebih mudah,” ujar Ray.

Hanya saja, Ray juga menjelaskan, koalisi ramping akan menghadapi kendala sesudah menang, karena akan menghadapi kabinet yang kecenderungan tidak sejalan dengan legislatif.

Sementara itu, Direktur Komite Pemilih Indonesia (TEPI) Jerrie Semampouw menjelaskan, koalisi yang ada saat ini tidak menggambarkan komposisi masyarakat dalam memilih presiden.
“Ini bukan koalisi partai secara keseluruhan hingga di lapisan bawah. Tetapi ini adalah koalisi para elit partai saja,” katanya.
Ia juga menjelaskan bahwa di koalisi gemuk ada Partai Golkar dan PPP yang pendukungnya terpecah dalam menentukan capres yang akan dipilihnya. Kemenangan capres dalam pemilihan presiden mendatang tidak dipengaruhi oleh koalisi ramping atau gemuk. Tetapi akan dipengaruhi oleh figur dari kandidat presiden yang diusung.
“Rakyat sekarang sudah cerdas. Jadi faktor kemenangan justru berada di figur capres dan cawapresnya. Siapa yang karakternya lebih disukai rakyat, itu yang akan dipilih rakyat. Bukan siapa capres dengan dukungan partai yang banyak ,” kata Jerrie.
Ia juga membenarkan koalisi gemuk akan menghadapi kendala dalam mengambil keputusan. “Dalam koalisi gemuk perolehan suaranya tidak terlalu jauh berbeda, hampir sama, partai perolehan menengah. Jika capres mereka menang, kecenderungannya mereka akan mendorong kepentingan mereka masing-masing, karena merasa di posisi dan keterlibatan yang sama,” ujar Jerrie.
Dari analisa kedua pengamat politik ini, Jerrie maupun Ray, dalam mewujudkan tujuan bangsa akan lebih sulit dilakukan oleh koalisi gemuk ketimbang koalisi ramping. Hanya saja ketika menang, koalisi ramping bakal kesulitan menghadapi parlemen.
“Tetapi soal koalisi, saya yakin ini tidak permanen. Karena setelah nanti diketahui siapa pemenangnya, partai akan membentuk koalisi baru di parlemen. Realitas politik Indonesia saat ini masih seperti ini,” kata Jerrie.

Dalam pidato politik ketika mendeklarasikan Jusuf Kalla sebagai cawapres, di pelataran Gedung Joeang 45, Senin (19/5), Jokowi dengan mantap dan singkat menyampaikan, dengan dukungan rakyat mereka mampu membawa gerakan perubahan di Indonesia. Jokowi mengatakan, JK adalah sosok pekerja keras dan sudah terbiasa menghadapi persoalan bangsa. Jokowi menilai JK mampu mengambil keputusan secara cepat dan tepat. "Kita mempunyai keyakinan, kami berdua akan membawa gerakan perubahan di negara yang kita cintai ini," tegas Jokowi.

Jokowi menjelaskan, bangsa Indonesia mempunyai masalah-masalah yang besar sehingga perlu penanganan kerja keras siang malam. “Saya melihat JK berada pada kandidat yang terbiasa kerja keras, siang dan malam. Saya melihat hal tersebut ada pada Bapak Drs Haji Jusuf Kalla," ungkapnya.

Usai deklarasi, Jokowi dan Jusuf Kalla langsung menyambangi gedung KPU dengan mengunakan sepeda ontel guna mendaftar sebagai capres dan cawapres.

Di hari yang sama pasangan Prabowo Subianto – Hatta Rajasa juga mendeklarasikan diri sebagai capres-cawapres, di Rumah Polonia, Jalan Cipinang Cempedak, Jakarta Timur. Dalam pidatonya Prabowo mengungkap, Partai golkar merupakan king maker yang menjadi penentu masa depan Indonesia


"Hari ini kita mendapat dorongan semangat kekuatan besar di tengah-tengah kita. Kita menjadi kekuatan besar untuk menyelamatkan masa depan RI," kata Prabowo.

Prabowo juga mengungkapkan proses negosiasi dengan parpol koalisi yang mau mendukungnya maju sebagai capres yang berpasangan dengan Hatta Rajasa untuk bersaing dengan Jokowi-JK sangat melelahkan.

"Saya mantan prajurit mengakui kali ini lebih melelahkan. Jadi semua pengalaman saya di tentara belum apa-apa menghadapi politik di Indonesia," ujarnya seraya mengungkapkan sikap partai koalisi agar mau berjiwa besar untuk mengalah. “Ada satu hal yang saya belajar. Saya bisa melihat, bergaul, berdiskusi dengan pemimpin-pemimpin terbaik bangsa Indonesia. Dari tokoh dan pemimpin partai yang saya hadapi, saya melihat kesungguhan itikad dan keinginan mereka berbuat terbaik untuk Indonesia. Karena itu penciptaan koalisi ini walaupun liku-liku tetapi lancar," tambahnya. (Jef, Ren)


Posted By OBSERVER INDONESIA11.54

Ali Wongso: Tidak Ada Keterlibatan Golkar

Filled under:

Ali Wongso: Tidak Ada Keterlibatan Golkar

Politisi Partai Golkar Ali Wongso menegaskan, Jusuf Kalla terpilih sebagai pendamping Joko Widodo di Pilpres 2014 berdasarkan pertimbangan individu, bukan partai.

“Memang benar Kalla adalah kader Partai Golkar. Tetapi ia dipilih oleh Jokowi sebagai individu dan bersifat independen. Tidak ada keterlibatan Golkar secara institusi disitu,” jelas Ali.
Menurutnya, berdasarkan Rapat Pimpinan Nasional Partai Golkar pilihan capres sudah dijatuhkan kepada Aburizal Bakrie (ARB) dan hal itu bersifat insitusi, soal ke mana Partai Golkar itu merupakan kewenangan ARB sebagai Ketua Umum Partai.

Ali juga menjelaskan bahwa kendati lewat kebijakan Ketua Umum Partai Golkar telah memutuskan untuk mendukung Prabowo - Hatta, tetapi institusi tidak dapat melarang individu kader untuk menentukan ke mana pilihannya. Apalagi ARB tidak maju sebagai capres, karena berdasarkan ketentuan rapimnas, ARB diberi mandate sebagai capres atau cawapres, dan diberi wewenang menentukan koalisi.

Ali juga menjelaskan alasan Kalla dipilih sebagai cawapres Jokowi. “Ada beberapa alasan menurut saya. Pertama aceptabilitas dan elektabilitas JK, Kedua ia berpengalaman sebagai wakil presiden dan ketiga, secara pribadi track recordnya baik,” tandas Ali. (Jef)

Posted By OBSERVER INDONESIA11.52

Komnas HAM Panggil Ulang Kivlan Zen

Filled under:

Komnas HAM Panggil Ulang Kivlan Zen

Mayjen (Purn) TNI Kivlan Zen bakal kembali dipanggil Komnas HAM guna dimintai keterangan atas kasus hilangnya 13 aktivis dalam kerusuhan 1998.

Pemanggilan ini merupakan yang ketiga untuk Kivlan. Sebelumnya, mantan Kepala Staf Kostrad ini sudah menerima dua kali surat pemanggilan.

Agenda pemanggilan ini diungkapkan ini disampaikan Ketua tim pemantauan dan penyelidikan pengungkapan peristiwa 13 aktivis 1997-1998 yang masih dinyatakan hilang, Otto Nur Abdulah.

"Kami mungkin dalam minggu ini akan melakukan pemanggilan yang ketiga kalinya kepada beliau (Kivlan). Kami terus akan berkoordianasi dengan kuasa hukum Kivlan agar bersedia hadir. Kita akan berusaha terus menggunakan cara Indonesia," sebut Otto dalam jumpa pers di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (4/6).

Untuk diketahui, Kivlan Zen kontan menjadi sorotan publik setelah membeberkan pengakuan di salah satu stasiun televisi menyangkut kisah kejahatan kemanusian menjelang reformasi. Kivlan mengaku mengetahui peristiwa hilangnya Wiji Thukul dkk pada kerusuhan 1998.

Pengakuan itu menyulut reaksi positif Komnas HAM dan kejaksaan. Dua lembaga itu lalu memanggil Kivlan Zen. Mereka menganggap pengakuan Kivlan sebagai bukti baru untuk pengungkapan kasus hilangnya para aktivis.

Kivlan mengaku tahu di mana 13 aktivis itu ‘dihilangkan’. Untuk diketahui, Kivlan menjabat sebagai Kakostrad pada 1998 atau saat Pangkostrad dijabat Letjen Prabowo Subianto . “Yang menculik dan hilang, tempatnya saya tahu di mana, ditembak, dibuang,” tegas Kivlan. Tapi dia menegaskan, Prabowo tidak bersalah dalam peristiwa tersebut.

Bahkan, Kivlan mengatakan, jika nanti disusun sebuah panitia untuk menyelidiki lagi kasus penghilangan 13 aktivis itu, dia bersedia bersaksi. “Kalau nanti disusun nanti suatu panitia, saya akan berbicara ke mana ke-13 orang itu hilangnya, dan di mana dibuangnya,” tegas Kivlan.

Seperti diketahui, dalam pergolakan 1998 masih ada 13 aktivis yang hilang hingga kini. Mereka adalah Wiji Thukul, Petrus Bima Anugrah, Herman Hendrawan, Suyat, Yani Afri, Sonny, Dedi Hamdun, Noval Al Katiri, Ismail, Ucok Siahaan, Hendra Hambali, Yadin Muhidin dan Abdun Nasser.

Prabowo Subianto Dinyatakan Bersalah
Meski Kivlan Zain mengatakan Prabowo Subianto tidak bersalah tetapi para petinggi militer saat itu menyatakan Prabowo Subianto bersalah. Hal itu tercatat dalam dokumentasi wikipedia.org. Berikut ini adalah tuturan tentang penculikan aktivis 1997/1998 versi wikipedia.org.

Disebutkan di sana, penculikan aktivis 1997/1998 adalah peristiwa penghilangan orang secara paksa atau penculikan terhadap para aktivis pro-demokrasi yang terjadi menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1997 dan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tahun 1998.

Peristiwa penculikan ini dipastikan berlangsung dalam tiga tahap: Menjelang pemilu Mei 1997, dalam waktu dua bulan menjelang sidang MPR bulan Maret, dan dalam periode tepat menjelang pengunduran diri Soeharto pada 21 Mei. Pada bulan Mei 1998, sembilan di antara mereka yang diculik selama periode kedua dilepas dari kurungan dan muncul kembali. Beberapa di antara mereka berbicara secara terbuka mengenai pengalaman mereka. Tapi tak satu pun dari mereka yang diculik pada periode pertama dan ketiga muncul.

Selama periode 1997/1998, KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) mencatat 23 orang telah dihilangkan oleh alat-alat negara. Dari angka itu, 1 orang ditemukan meninggal (Leonardus Gilang), 9 orang dilepaskan penculiknya, dan 13 lainnya masih hilang hingga hari ini.

Sembilan aktivis yang dilepaskan adalah Desmond Junaidi Mahesa, Haryanto Taslam, Pius Lustrilanang, Faisol Reza, Rahardjo Walujo Djati, Nezar Patria, Aan Rusdianto, Mugianto dan Andi Arief.
Ke-13 aktivis yang masih hilang dan belum kembali adalah Petrus Bima Anugrah, Herman Hendrawan, Suyat, Wiji Thukul, Yani Afri, Sonny, Dedi Hamdun, Noval Al Katiri, Ismail, Ucok Siahaan, Hendra Hambali, Yadin Muhidin, dan Abdun Nasser.

Mereka berasal dari berbagai organisasi, seperti Partai Rakyat Demokratik, PDI Pro Mega, Mega Bintang, dan mahasiswa.

Kesimpulan Komnas HAM

Kasus ini diselidiki oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia berdasar UU No 26/2000 Tentang Pengadilan HAM dan hasilnya telah diserahkan ke Jaksa Agung pada 2006. Tim penyelidik Komnas HAM untuk kasus penghilangan orang secara paksa ini bekerja sejak 1 Oktober 2005 hingga 30 Oktober 2006.

Adapun jumlah korban atas penghilangan orang tersebut adalah 1 orang terbunuh, 11 orang disiksa, 12 orang dianiaya, 23 orang dihilangkan secara paksa, dan 19 orang dirampas kemerdekaan fisiknya secara sewenang-wenang.

Abdul Hakim Garuda Nusantara (Ketua Komnas HAM pada 2006) meminta agar hasil penyelidikan yang didapat dapat dilanjutkan oleh Kejaksaan Agung untuk membentuk tim penyidik, karena telah didapat bukti permulaan yang cukup untuk menyimpulkan terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan.

Sementara itu, asisten tim ad hoc penyidik peristiwa penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998, Lamria, menyatakan ada beberapa orang dari 13 aktivis yang masih dinyatakan hilang tersebut diketahui pernah berada di Pos Komando Taktis (Poskotis) Kopassus yang terletak di Cijantung, Jakarta.

Komnas HAM menyimpulkan ada bukti permulaan pelanggaran HAM berat dalam kasus penghilangan orang secara paksa selama 1997-1998. Kesimpulan ini didasarkan penyelidikan dan kesaksian 58 korban dan warga masyarakat, 18 anggota dan purnawirawan Polri, serta seorang purnawirawan TNI.

Pada 22 Desember 2006 Komnas HAM meminta DPR agar mendesak Presiden mengerahkan dan memobilisasi semua aparat penegak hukum untuk menuntaskan persoalan. Ketua DPR Agung Laksono pada 7 Februari 2007 juga meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh melakukan penyelidikan dan penyidikan berdasarkan temuan Komnas HAM untuk menuntaskan kasus penculikan 13 aktivis. (fry)

Rekomendasi Pansus Orang Hilang (Boks)
Merekomendasikan kepada Presiden untuk membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc;
Merekomendasikan kepada Presiden serta segenap institusi pemerintah serta pihak–pihak terkait untuk segera melakukan pencarian terhadap 13 orang yang oleh Komnas HAM (sic) masih dinyatakan hilang;

Merekomendasikan kepada Pemerintah untuk merehabilitasi dan memberikan kompensasi terhadap keluarga korban yang hilang;
Merekomendasikan kepada pemerintah agar segera meratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa sebagai bentuk komitmen dan dukungan untuk menghentikan praktik Penghilangan Paksa di Indonesia. (fry)

Posted By OBSERVER INDONESIA11.45

Debirokrasi Partai Gagalkan Pertemuan Jokowi-Publik

Filled under:

Debirokrasi Partai Gagalkan Pertemuan Jokowi-Publik

Sebuah standar tak tertulis telah menghalangi agenda pertemuan Joko Widodo (Jokowi). Aturan-aturan ini konon dibakukan oleh partai yang mengusung pencapresan Jokowi. Padahal, debirokrasi partai ini justru kontraproduktif dengan agenda pemenangan di Pilpres 2014.

Baru-baru ini, Jokowi telah membuat kecewa ribuan pelajar Ibu Kota. Mereka adalah peserta Lomba Gerak Jalan Tingkat SLTA se-DKI Jakarta, di Monumen Nasional, Kamis (29/05). Jokowi diagendakan hadir untuk membuka lomba. Namun, agenda tersebut batal. Para pelajar pun kecewa ketika mereka tahu figur idolanya itu tidak dapat hadir.

“Saya menyampaikan rasa maaf Pak Gubernur, karena beliau tidak dapat menghadiri acara ini. Karena berhalangan dengan tugas lain,” kata Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) DKI Jakarta Fatahilah yang menggantikan Gubernur DKI dalam sambutannya.

Mendengar pernyataan itu, para pelajar berteriak “wuuuu” tanda kecewa. Mereka seakan tidak rela gagal bertemu dengan Jokowi yang mereka tahu merupakan capres yang akan maju dalam pemilihan presiden 9 Juli mendatang.

Menurut sumber, ketidakhadiran Jokowi lantaran partai pengusung menilai moment tersebut ‘kurang penting’ dan tidak terorganisir dengan baik. Alhasil, jadwal Jokowi digeser ke luar kota, guna menghadiri deklarasi dukungan pencapresannya. Padahal, Jokowi bisa saja menyempatkan diri hadir. Sebab, acara pembukaannya pagi, sekitar pukul 06.00 WIB.

Pertandingan gerak jalan ini diikuti oleh 150 sekolah di DKI Jakarta. Peserta terdiri dari 290 regu masing-masing 16 orang. Kegiatan juga diisi dengan sejumlah pentas seni, sehingga lapangan di Monas menjadi ramai, dipadati warga.

Sekitar 3 ribu pelajar dari tingkat SLTA turut meramaikan panggung pentas seni yang digelar usai lomba gerak jalan. Namun tampak wajah para siswa kurang bersemangat, karena Jokowi, idola mereka tidak bisa hadir.

“Saya mau ketemu dan salaman dengan beliau, tetapi dia gak datang. Jadi saya kecewa,” kata Iwan, seorang siswa SMK di Jakarta.

Hal yang sama diungkapkan oleh Rudi pelajar SMK 46. “Ya enggak enak juga sih gubernurnya tidak datang,” katanya.

Ketua Panitia Bagas menjelaskan, dirinya bersama rekan-rekan Ikatan Alumni Peduli Pelajar Jakarta melakukan persiapan untuk menggelar kegiatan Lomba Gerak Jalan ini selama satu bulan. “Sayangnya Pak Jokowi tidak hadir,” imbuh Bagas.

Bagas menjelaskan, piala lomba ini rencannya akan diberikan langsung oleh Gubernur Jokowi kepada pemenangnya. “Seperti itu diumumkan kepada pelajar, sehingga mereka sangat antusias,” kata Bagas.

Sayang rencana yang telah disusun secara matang tersebut tidak bisa terlaksana dengan baik. Sehingga menurut Bagas, panitia rencananya akan memberikan piala tersebut di Balai Kota dan diserahkan oleh Gubernur. Berbeda dari rencana semula piala akan diserahkan di lokasi kepada pemenangnya.

Tertawan

Pengamat politik sekaligus mantan Ketua Umum Partai Peduli Rakyat Nasional, Ricky Sitorus berpendapat, sebagai capres dan cawapres, Jokowi-Jusuf Kalla (JK) saat ini memang dipadati sejumlah jadwal dalam rangka pemenangan pilpres mendatang. Namun, Ricky tak setuju situasi ini telah membuat Jokowi-JK tertawan partai pengusungnya.

“Sebenarnya cukup banyak interaksi yang dilakukan oleh Jokowi di luar dari komunitas partai. Bahwa cakupannya sekarang lebih luas, mungkin begitu. Tetapi jika tertawan tidak. Ia tidak berubah dan kita lihat ia banyak mengunjungi relawan-relawan bahkan tidak menggunakan bendera partai,” jelas Ricky.

Ia menambahkan, tidak benar juga partai-partai tidak bekerja untuk pemenangan Jokowi-JK. “Kita tahu bagaimana PKB menyatakan siap mendukung Jokowi-JK. Begitu juga Nasdem mau pun PDI Perjuangan. Jadi tidak benar Jokowi terkungkung gerakannya oleh partai,” tandas Ricky. jef

Posted By OBSERVER INDONESIA11.43

Selasa, 09 September 2014

Kalah Sebelum Perang

Filled under:

Kalah Sebelum Perang

Prabowo Subianto tampak gugup saat berpidato di acara deklarasi pemilu damai dan berintegritas, Selasa (3/6). Suaranya bergetar dan tangannya bolak-balik memegang mik.

"Apabila rakyat memberikan mandat kepada Jokowi, saya terima," katanya dengan raut muka pucat.

Akibat sikap Prabowo ini, sejumlah komentar pun bermunculan di situs jejaring sosial. Bahkan ada yang menyebut sikap Prabowo seperti seorang yang kalah sebelum berperang.

Hal ini ditanggapi oleh Koordinator TEPI Jerrie Semampouw. Dia mengakui ada pendapat masyarakat yang menyebut Prabowo seperti pecundang atau kalah sebelum bertanding. Tetapi dia meluruskan pandangan tersebut.

“Ini dalam konteks pilpres artinya siap menang, siap kalah. Bukan kalah sebelum bertanding,” jelas Jerrie via seluler kepada Observer Indonesia, Rabu (4/6) siang.

Dia juga menjelaskan bahwa pernyataan mengalah dari kedua kontestan jelas tidak ada. "Sebelum bertanding dalam pilpres nantinya, saya rasa kontestan tidak akan mengakui itu," tegas Jerrie.

Terkait pernyataan adanya black campaign, intimidasi dan kekerasan yang diungkapkan oleh capres nomor urut 2 Joko Widodo-Jusuf Kalla, Jerrie menyampaikan itu menjadi kekhawatiran rakyat Indonesia.

"Selama ini ada isu akan ada huru-hara dan lainnya pasca-pilpres dan lainnya, justru ini sangat mengawatirkan. Dan saya melihat ini menjadi kekhawatiran kedua belah pihak," sebut Jerrie

"Apalagi karakter politik kita ada perbedaan antara masyarakat di bawah dengan elit yang didukungnya," sambungnya.

Soal pernyataan Jokowi tentang intimidasi, Jerrie menganggap dalam konteks itu, kedua belah pihak mengalaminya. Walaupun skala besar kecilnya, Jokowi menjadi pihak yang banyak mengalami kampanye hitam, intimidasi maupun kekerasan.

"Tetapi yang saya tahu kedua belah pihak menjadi korban dan hal ini sulit diklarifikasi" kata Jerrie.

Sedangkan adanya kekerasan di Sleman Yogyakarta menurutnya tidak berhubungan dengan pencapresan. Karena di daerah ini sudah kerapkali terjadi kekerasan soal ibadah.

"Tidak ada hubungannya dengan seruan Amien Rais soal perang Badar," kata aktivis PGI itu.

Namun soal pembakaran posko relawan Jokowi di Jakarta Barat, dia mengatakan dalam hal ini yang menjadi korban adalah Jokowi - JK.

"Untuk itu aparat harus melakukan tugasnya dengan baik. Sehingga hal-hal berupa kekerasan, intimidasi dan black campaign tidak mewarnai kampanye pilpres yang dapat saja membahayakan keamanan Indonesia," pungkasnya.

Secara keseluruhan acara deklarasi yang digelar di Hotel Bidakara tersebut berjalan sangat baik. Keduanya berkomitmen menjalankan kampanye damai untuk menjaga keamanan dan kedamaian NKRI. jef

Posted By OBSERVER INDONESIA05.24

Followers