Selasa, 30 September 2014

Komnas HAM Panggil Ulang Kivlan Zen

Filled under:

Komnas HAM Panggil Ulang Kivlan Zen

Mayjen (Purn) TNI Kivlan Zen bakal kembali dipanggil Komnas HAM guna dimintai keterangan atas kasus hilangnya 13 aktivis dalam kerusuhan 1998.

Pemanggilan ini merupakan yang ketiga untuk Kivlan. Sebelumnya, mantan Kepala Staf Kostrad ini sudah menerima dua kali surat pemanggilan.

Agenda pemanggilan ini diungkapkan ini disampaikan Ketua tim pemantauan dan penyelidikan pengungkapan peristiwa 13 aktivis 1997-1998 yang masih dinyatakan hilang, Otto Nur Abdulah.

"Kami mungkin dalam minggu ini akan melakukan pemanggilan yang ketiga kalinya kepada beliau (Kivlan). Kami terus akan berkoordianasi dengan kuasa hukum Kivlan agar bersedia hadir. Kita akan berusaha terus menggunakan cara Indonesia," sebut Otto dalam jumpa pers di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (4/6).

Untuk diketahui, Kivlan Zen kontan menjadi sorotan publik setelah membeberkan pengakuan di salah satu stasiun televisi menyangkut kisah kejahatan kemanusian menjelang reformasi. Kivlan mengaku mengetahui peristiwa hilangnya Wiji Thukul dkk pada kerusuhan 1998.

Pengakuan itu menyulut reaksi positif Komnas HAM dan kejaksaan. Dua lembaga itu lalu memanggil Kivlan Zen. Mereka menganggap pengakuan Kivlan sebagai bukti baru untuk pengungkapan kasus hilangnya para aktivis.

Kivlan mengaku tahu di mana 13 aktivis itu ‘dihilangkan’. Untuk diketahui, Kivlan menjabat sebagai Kakostrad pada 1998 atau saat Pangkostrad dijabat Letjen Prabowo Subianto . “Yang menculik dan hilang, tempatnya saya tahu di mana, ditembak, dibuang,” tegas Kivlan. Tapi dia menegaskan, Prabowo tidak bersalah dalam peristiwa tersebut.

Bahkan, Kivlan mengatakan, jika nanti disusun sebuah panitia untuk menyelidiki lagi kasus penghilangan 13 aktivis itu, dia bersedia bersaksi. “Kalau nanti disusun nanti suatu panitia, saya akan berbicara ke mana ke-13 orang itu hilangnya, dan di mana dibuangnya,” tegas Kivlan.

Seperti diketahui, dalam pergolakan 1998 masih ada 13 aktivis yang hilang hingga kini. Mereka adalah Wiji Thukul, Petrus Bima Anugrah, Herman Hendrawan, Suyat, Yani Afri, Sonny, Dedi Hamdun, Noval Al Katiri, Ismail, Ucok Siahaan, Hendra Hambali, Yadin Muhidin dan Abdun Nasser.

Prabowo Subianto Dinyatakan Bersalah
Meski Kivlan Zain mengatakan Prabowo Subianto tidak bersalah tetapi para petinggi militer saat itu menyatakan Prabowo Subianto bersalah. Hal itu tercatat dalam dokumentasi wikipedia.org. Berikut ini adalah tuturan tentang penculikan aktivis 1997/1998 versi wikipedia.org.

Disebutkan di sana, penculikan aktivis 1997/1998 adalah peristiwa penghilangan orang secara paksa atau penculikan terhadap para aktivis pro-demokrasi yang terjadi menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1997 dan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tahun 1998.

Peristiwa penculikan ini dipastikan berlangsung dalam tiga tahap: Menjelang pemilu Mei 1997, dalam waktu dua bulan menjelang sidang MPR bulan Maret, dan dalam periode tepat menjelang pengunduran diri Soeharto pada 21 Mei. Pada bulan Mei 1998, sembilan di antara mereka yang diculik selama periode kedua dilepas dari kurungan dan muncul kembali. Beberapa di antara mereka berbicara secara terbuka mengenai pengalaman mereka. Tapi tak satu pun dari mereka yang diculik pada periode pertama dan ketiga muncul.

Selama periode 1997/1998, KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) mencatat 23 orang telah dihilangkan oleh alat-alat negara. Dari angka itu, 1 orang ditemukan meninggal (Leonardus Gilang), 9 orang dilepaskan penculiknya, dan 13 lainnya masih hilang hingga hari ini.

Sembilan aktivis yang dilepaskan adalah Desmond Junaidi Mahesa, Haryanto Taslam, Pius Lustrilanang, Faisol Reza, Rahardjo Walujo Djati, Nezar Patria, Aan Rusdianto, Mugianto dan Andi Arief.
Ke-13 aktivis yang masih hilang dan belum kembali adalah Petrus Bima Anugrah, Herman Hendrawan, Suyat, Wiji Thukul, Yani Afri, Sonny, Dedi Hamdun, Noval Al Katiri, Ismail, Ucok Siahaan, Hendra Hambali, Yadin Muhidin, dan Abdun Nasser.

Mereka berasal dari berbagai organisasi, seperti Partai Rakyat Demokratik, PDI Pro Mega, Mega Bintang, dan mahasiswa.

Kesimpulan Komnas HAM

Kasus ini diselidiki oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia berdasar UU No 26/2000 Tentang Pengadilan HAM dan hasilnya telah diserahkan ke Jaksa Agung pada 2006. Tim penyelidik Komnas HAM untuk kasus penghilangan orang secara paksa ini bekerja sejak 1 Oktober 2005 hingga 30 Oktober 2006.

Adapun jumlah korban atas penghilangan orang tersebut adalah 1 orang terbunuh, 11 orang disiksa, 12 orang dianiaya, 23 orang dihilangkan secara paksa, dan 19 orang dirampas kemerdekaan fisiknya secara sewenang-wenang.

Abdul Hakim Garuda Nusantara (Ketua Komnas HAM pada 2006) meminta agar hasil penyelidikan yang didapat dapat dilanjutkan oleh Kejaksaan Agung untuk membentuk tim penyidik, karena telah didapat bukti permulaan yang cukup untuk menyimpulkan terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan.

Sementara itu, asisten tim ad hoc penyidik peristiwa penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998, Lamria, menyatakan ada beberapa orang dari 13 aktivis yang masih dinyatakan hilang tersebut diketahui pernah berada di Pos Komando Taktis (Poskotis) Kopassus yang terletak di Cijantung, Jakarta.

Komnas HAM menyimpulkan ada bukti permulaan pelanggaran HAM berat dalam kasus penghilangan orang secara paksa selama 1997-1998. Kesimpulan ini didasarkan penyelidikan dan kesaksian 58 korban dan warga masyarakat, 18 anggota dan purnawirawan Polri, serta seorang purnawirawan TNI.

Pada 22 Desember 2006 Komnas HAM meminta DPR agar mendesak Presiden mengerahkan dan memobilisasi semua aparat penegak hukum untuk menuntaskan persoalan. Ketua DPR Agung Laksono pada 7 Februari 2007 juga meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh melakukan penyelidikan dan penyidikan berdasarkan temuan Komnas HAM untuk menuntaskan kasus penculikan 13 aktivis. (fry)

Rekomendasi Pansus Orang Hilang (Boks)
Merekomendasikan kepada Presiden untuk membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc;
Merekomendasikan kepada Presiden serta segenap institusi pemerintah serta pihak–pihak terkait untuk segera melakukan pencarian terhadap 13 orang yang oleh Komnas HAM (sic) masih dinyatakan hilang;

Merekomendasikan kepada Pemerintah untuk merehabilitasi dan memberikan kompensasi terhadap keluarga korban yang hilang;
Merekomendasikan kepada pemerintah agar segera meratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa sebagai bentuk komitmen dan dukungan untuk menghentikan praktik Penghilangan Paksa di Indonesia. (fry)

0 komentar:

Posting Komentar

Followers