Ramping Vs Gemuk
Pertarungan Si Ramping dan Si Gemuk. Itulah istilah yang bisa digunakan untuk menggambarkan duel memperebutkan kursi RI-1 antara pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
===========lead===========
Pengamat politik Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti berpendapat, koalisi gemuk akan menghadapi kesulitan dalam mengambil keputusan-keputusan penting, karena akan terjadi banyak konflik kepentingan.
“Problem koalisi gemuk akan lamban dalam mengambil keputusan. Sulit untuk membangun kabinet profesional dan cenderung akan terjadi konflik internal demi kepentingan di dalamnya,” jelas Ray kepada Obeserver Indonesia, Rabu (21/5) di Jakarta.
Disebutkan Ray, koalisi dengan banyak partai cenderung memperjuangkan kepentingan-kepentingan partai ketimbang kepentingan bangsa.
“Kepentingan bangsa justru tereduksi oleh kepentingan partai. Bagi kelas menengah, komposisi seperti ini tidak menarik, karena akan membentuk posisi koalisi yang sama dengan era kepemimpinan SBY,” kata Ray.
Sebaliknya, koalisi ramping menurut Ray, lebih efisien dan efektif dalam mengambil keputusan. Serta harapan untuk membangun kabinet profesional lebih mudah terwujud.
“Untuk koalisi ramping ini, untuk kelas menengah ke atas tercerahkan. Karena harapan terbentuknya kabinet profesional lebih mudah tercipta. Karena dengan kepentingan sedikit, negosiasinya akan lebih mudah,” ujar Ray.
Hanya saja, Ray juga menjelaskan, koalisi ramping akan menghadapi kendala sesudah menang, karena akan menghadapi kabinet yang kecenderungan tidak sejalan dengan legislatif.
Sementara itu, Direktur Komite Pemilih Indonesia (TEPI) Jerrie Semampouw menjelaskan, koalisi yang ada saat ini tidak menggambarkan komposisi masyarakat dalam memilih presiden.
“Ini bukan koalisi partai secara keseluruhan hingga di lapisan bawah. Tetapi ini adalah koalisi para elit partai saja,” katanya.
Ia juga menjelaskan bahwa di koalisi gemuk ada Partai Golkar dan PPP yang pendukungnya terpecah dalam menentukan capres yang akan dipilihnya. Kemenangan capres dalam pemilihan presiden mendatang tidak dipengaruhi oleh koalisi ramping atau gemuk. Tetapi akan dipengaruhi oleh figur dari kandidat presiden yang diusung.
“Rakyat sekarang sudah cerdas. Jadi faktor kemenangan justru berada di figur capres dan cawapresnya. Siapa yang karakternya lebih disukai rakyat, itu yang akan dipilih rakyat. Bukan siapa capres dengan dukungan partai yang banyak ,” kata Jerrie.
Ia juga membenarkan koalisi gemuk akan menghadapi kendala dalam mengambil keputusan. “Dalam koalisi gemuk perolehan suaranya tidak terlalu jauh berbeda, hampir sama, partai perolehan menengah. Jika capres mereka menang, kecenderungannya mereka akan mendorong kepentingan mereka masing-masing, karena merasa di posisi dan keterlibatan yang sama,” ujar Jerrie.
Dari analisa kedua pengamat politik ini, Jerrie maupun Ray, dalam mewujudkan tujuan bangsa akan lebih sulit dilakukan oleh koalisi gemuk ketimbang koalisi ramping. Hanya saja ketika menang, koalisi ramping bakal kesulitan menghadapi parlemen.
“Tetapi soal koalisi, saya yakin ini tidak permanen. Karena setelah nanti diketahui siapa pemenangnya, partai akan membentuk koalisi baru di parlemen. Realitas politik Indonesia saat ini masih seperti ini,” kata Jerrie.
Dalam pidato politik ketika mendeklarasikan Jusuf Kalla sebagai cawapres, di pelataran Gedung Joeang 45, Senin (19/5), Jokowi dengan mantap dan singkat menyampaikan, dengan dukungan rakyat mereka mampu membawa gerakan perubahan di Indonesia. Jokowi mengatakan, JK adalah sosok pekerja keras dan sudah terbiasa menghadapi persoalan bangsa. Jokowi menilai JK mampu mengambil keputusan secara cepat dan tepat. "Kita mempunyai keyakinan, kami berdua akan membawa gerakan perubahan di negara yang kita cintai ini," tegas Jokowi.
Jokowi menjelaskan, bangsa Indonesia mempunyai masalah-masalah yang besar sehingga perlu penanganan kerja keras siang malam. “Saya melihat JK berada pada kandidat yang terbiasa kerja keras, siang dan malam. Saya melihat hal tersebut ada pada Bapak Drs Haji Jusuf Kalla," ungkapnya.
Usai deklarasi, Jokowi dan Jusuf Kalla langsung menyambangi gedung KPU dengan mengunakan sepeda ontel guna mendaftar sebagai capres dan cawapres.
Di hari yang sama pasangan Prabowo Subianto – Hatta Rajasa juga mendeklarasikan diri sebagai capres-cawapres, di Rumah Polonia, Jalan Cipinang Cempedak, Jakarta Timur. Dalam pidatonya Prabowo mengungkap, Partai golkar merupakan king maker yang menjadi penentu masa depan Indonesia
"Hari ini kita mendapat dorongan semangat kekuatan besar di tengah-tengah kita. Kita menjadi kekuatan besar untuk menyelamatkan masa depan RI," kata Prabowo.
Prabowo juga mengungkapkan proses negosiasi dengan parpol koalisi yang mau mendukungnya maju sebagai capres yang berpasangan dengan Hatta Rajasa untuk bersaing dengan Jokowi-JK sangat melelahkan.
"Saya mantan prajurit mengakui kali ini lebih melelahkan. Jadi semua pengalaman saya di tentara belum apa-apa menghadapi politik di Indonesia," ujarnya seraya mengungkapkan sikap partai koalisi agar mau berjiwa besar untuk mengalah. “Ada satu hal yang saya belajar. Saya bisa melihat, bergaul, berdiskusi dengan pemimpin-pemimpin terbaik bangsa Indonesia. Dari tokoh dan pemimpin partai yang saya hadapi, saya melihat kesungguhan itikad dan keinginan mereka berbuat terbaik untuk Indonesia. Karena itu penciptaan koalisi ini walaupun liku-liku tetapi lancar," tambahnya. (Jef, Ren)
0 komentar:
Posting Komentar